Akses Disini, Jakarta – Partai Garuda menyoroti kecamanan sejumlah pihak terhadap hakim Mahkamah Konstitusi (MK) usai menolak gugatan terhadap presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden 20 persen jumlah kursi di DPR.
Wakil Ketua Umum Partai Garuda, Teddy Gusnaidi mengibaratkan mereka kelompok penolak PT seperti ‘maling teriak maling’ yang muncul musiman.
“Dulu, atas nama rakyat, mereka membuat, menyetujui dan mendukung presidential threshold. Sekarang, atas nama rakyat, mereka mendadak anti-presidential threshold. Jadi sebenarnya keinginan rakyat itu yang mana? Atau ini keinginan pribadi dengan mengatasnamakan rakyat?,” kata Teddy yang juga Jubir Partai Garuda itu, Senin (11/7/2022).
Presidential threshold, lanjut Teddy, bukan barang haram. Presidential threshold juga bukan dibuat oleh Mahkamah Konstitusi dan bukan dibuat oleh Presiden Jokowi.
“Tapi presidential threshold dibuat oleh kelompok yang sekarang ini mendadak menjadi pahlawan kesiangan, mendadak menolak presidential threshold, menyalahkan MK, Jokowi dan oligarki. Ini drama busuk yang sedang dipertontonkan,” kata Teddy.
Teddy mengatakan, saat ini sedang tren ketika MK menolak penghapusan presidential threshold, muncul tuduhan ini keinginan oligarki.
“Kalau begitu, karena mereka dulu yang menginginkan presidential threshold, karena mereka yang membuat dan menyetujui, artinya merekalah kaum oligarki. Jadi ibarat maling teriak maling,” ujar Teddy.
“Selain mereka yang mendadak seolah-olah prorakyat, ada juga para pihak yang menyalahkan MK karena gugatan mereka ditolak. Mereka yang lemah argumentasi dan tidak cerdas, lalu MK yang disalahkan. Ibarat orang yang tidak pandai menari, lalu lantai yang disalahkan. Inilah yang terjadi saat ini. Rakyat silakan menilai, jika mereka bisa khianati diri mereka sendiri, tentu untuk mengkhianati rakyat sangat mudah,” imbuhnya.
Untuk diketahui, aturan mengenai presidential threshold mulai diterapkan di Indonesia sejak Pemilu 2004, yang merupakan pemilu pertama yang dilakukan secara langsung.
Aturan kala itu, pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15 persen jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR.
Aturan tentang presidential threshold kemudian diubah menjelang Pilpres 2009. Saat itu pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki sekurang-kurangnya 25 persen kursi di DPR atau 20 persen suara sah nasional dalam Pemilu Legislatif.
Aturan mengenai presidential threshold berubah lagi pada Pemilu 2019. Dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Editor: Alfian Risfil A