Akses Disini, Jakarta — Direktur Utama (Direktur) PT Prima Network, Lukman Purnomosidi tidak terima dituduh sebagai koruptor dalam kasus dugaan korupsi PT Asabri.
Lukman juga menyayangkan tuntutan hukuman penjara 13 tahun dan denda Rp.
“Demi hukum yang adil, saya menyatakan menolak dituntut sebagai koruptor dalam kasus ini,” kata Lukman saat membacakan nota pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (13/12). /2021).
Pemilik properti ini menyayangkan telah didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya melakukan tindakan bersama dengan Danny Boestami sehubungan dengan pembelian saham LCGP oleh PT Asabri (Persero). Dimana dalam fakta persidangan dalam berbagai keterangan saksi terbukti secara jelas merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh Danny Boestami sendiri sejak tahun 2012.
“Tuduhan ini sangat tidak berdasar karena mengaitkan perbuatan hukum orang lain yang dikaitkan dengan saya. Yang lebih tidak berdasar adalah dalam gugatannya, Jaksa Penuntut Umum hanya menuntut tindakan hukum dari saya sedangkan nama Danny Boestami hilang seperti ditelan bumi, ” kata Lukman.
Menurut dia, dalam persidangan yang menjual saham LCGP ke PT Asabri (Persero) adalah Danny Boestami melalui PT SMS dan PT Astromedia serta melalui calon Bety dan juga penerima aliran dana MTN Prima Jaringan sebesar Rp 500 miliar adalah saudara kandung Danny Boestami. Bahkan, hal itu diakui sendiri oleh Danny Boestami serta beberapa saksi lain yang bersaksi di bawah sumpah dalam persidangan kasus ini.
“Bahwa tuduhan dalam surat dakwaan yang menyatakan bahwa saya, Danny Boestami, Ilham W. Siregar dan Hari Setianto telah membuat kesepakatan mengenai pembelian saham LCGP, ini jelas telah dibantah di pengadilan dan tidak terbukti di pengadilan,” kata Lukman.
Sementara itu, tim hukum Lukman, Abdanial Malakan, menuntut hukuman yang sangat berat yakni 13 tahun penjara bagi kliennya. Ia menilai tuntutan tersebut kontradiktif.
“Ini berat, bertentangan dengan fakta persidangan, sangat berat,” kata Abdanial.
Padahal, denda ganti rugi sebesar Rp. 1.341.718.048.900 juga dianggap sangat parah. Ia berharap majelis hakim yang mencoba mempertimbangkan fakta terungkap dalam persidangan.
“Uang penggantinya cukup besar, juga tidak adil. Saya yakin majelis hakim melihat fakta persidangan secara objektif dan saya yakin putusan akan mempertimbangkan fakta-fakta yang ada, kami tetap meyakini kebenaran dan kebenarannya. hukum itu ada di Indonesia,” pungkas Abdanial.
Editor: Alfian Risfil A