Akses Disini, Jakarta — Lembaga Penelitian Studi Demografi dan Kemiskinan (IDEAS) mengingatkan pemerintah, khususnya Pemprov DKI dan masyarakat Jakarta, untuk tidak euforia apalagi berspekulasi ibu kota negara telah mencapai herd-immunity.
Angka kepositifan DKI Jakarta yang pada Juli 2021 rata-rata di atas 40 persen, kini turun di bawah 1 persen, jauh di bawah ambang batas WHO sebesar 5 persen. Kematian harian, yang pada puncak gelombang ke-2 rata-rata di atas 120 kasus, sekarang mendekati nol.
DKI Jakarta saat ini menjadi satu-satunya wilayah di Indonesia yang tingkat vaksinasinya sangat tinggi, hampir mencapai 100 persen. Populasi yang sudah mendapat vaksinasi lengkap (vaksin ke-2) sudah berada di kisaran 80 persen. Warga yang sudah mendapat vaksin pertama bahkan sudah tembus 100 persen.
“Dengan tingkat vaksinasi yang sangat tinggi ini, DKI Jakarta kini mengalami pemulihan pandemi yang sangat menjanjikan. Meski populasi dengan vaksinasi lengkap di DKI Jakarta sudah mendekati 100 persen, bukan berarti herd-immunity akan otomatis tercapai,” kata Direktur IDEAS, Yusuf Wibisono dalam keterangan tertulis, Sabtu (16/10/2021).
Yusuf menambahkan, beban pandemi di ibu kota kini sudah sangat terkendali. Vaksinasi massal mampu mengendalikan dampak virus dengan mengurangi morbiditas dan mortalitas, tetapi tidak dengan menyebarkannya.
“Karena penularan virus bisa terus terjadi meski di tengah tingginya angka vaksinasi, potensi ledakan kasus akan terus mengintai. Sehingga mobilitas masyarakat yang semakin meningkat di tengah disiplin protokol 3M semakin melemah, berpotensi untuk membuat ledakan kasus di masa depan,” kata Yusuf.
Menurut Yusuf, asumsi kunci herd-immunity adalah penularan virus berhenti ketika orang yang divaksinasi atau telah terinfeksi memiliki kekebalan dan tidak akan menyebarkan virus. Oleh karena itu, kekebalan kawanan hanya relevan jika kita memiliki vaksin penghambat transmisi.
“Meskipun vaksin sangat membantu dalam mencegah memburuknya kondisi yang disebabkan oleh virus, vaksin yang tersedia saat ini tidak cukup untuk mencegah orang terinfeksi dan menyebarkan virus ke orang lain. Apalagi sekarang dengan hadirnya varian virus baru yang jauh lebih menular,” kata Yusuf.
Bukti lebih lanjut sekarang tersedia di banyak negara dengan tingkat vaksinasi yang tinggi. Berbagai negara dengan tingkat vaksinasi tinggi kini mengalami lonjakan kasus Covid-19 yang sangat signifikan, terutama dari serangan varian delta.
“Beberapa negara yang selama ini dikenal sebagai kawasan ‘zero Covid-19’, seperti Singapura dan Australia, mengalami lonjakan kasus tertinggi selama pandemi, meski telah memvaksinasi penduduk secara masif,” kata Yusuf.
Singapura dan Australia, yang memiliki pembatasan ketat, termasuk pembatasan penerbangan internasional dan intervensi kesehatan masyarakat yang kuat, mengalami lonjakan kasus ketika mereka mulai melonggarkan pembatasan bersama dengan vaksinasi.
Tantangan besar berikutnya adalah struktur geografis dari herd-immunity. Upaya vaksinasi sebelumnya telah menunjukkan kekebalan terkonsentrasi secara geografis.
“Meskipun suatu daerah sudah memiliki tingkat vaksinasi yang tinggi, seperti DKI Jakarta, jika daerah sekitarnya tidak memiliki hal yang sama, sehingga penduduknya akan bercampur, maka potensi wabah epidemi tidak akan hilang,” kata Yusuf.
Hingga saat ini kecepatan vaksinasi antar daerah di Indonesia sangat beragam. Disparitas yang tinggi terjadi baik antar wilayah maupun dalam satu wilayah.
“DKI Jakarta merupakan satu-satunya provinsi yang tingkat vaksinasinya tinggi, dengan lebih dari 80 persen penduduknya sudah divaksinasi lengkap,” kata Yusuf.
Tiga provinsi tercatat memiliki tingkat vaksinasi sedang, dengan lebih dari 40 persen penduduk telah menerima vaksinasi lengkap, yaitu Bali, Kepulauan Riau dan Yogyakarta. Sisanya memiliki tingkat vaksinasi yang rendah, dengan populasi yang telah divaksinasi lengkap di bawah 20 persen.
Kesenjangan di dalam kawasan juga sangat tinggi. Di Papua, penduduk dengan vaksin pertama di Kabupaten Merauke lebih dari 70 persen, tetapi di Kabupaten Lani Jaya hanya sekitar 1 persen.
“Tantangan besar lainnya adalah tingkat perlindungan vaksin yang menurun seiring waktu. Mengandalkan vaksinasi sebagai jalan keluar dari pandemi merupakan pilihan kebijakan yang berisiko tinggi,” pungkas Yusuf.
Editor: Alfian Risfil A