SERANG – Pilkades serentak di empat kabupaten se-Banten digelar di tengah pandemi Covid-19, mulai dari Kabupaten Tangerang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Serang.
Namun, yang mencuat bukanlah pelanggaran protokol kesehatan (prokes), melainkan sejumlah anggota DPRD kabupaten dan provinsi yang diduga ikut berselancar untuk memanfaatkan pesta demokrasi di tingkat desa.
Berdasarkan informasi yang dihimpun AKSES DISINI, sejumlah politisi turun langsung mendukung calon kepala desa (kades) favoritnya. Mulai dari penyandang dana hingga ikut kampanye. Kasus terakhir terjadi di Kabupaten Pandeglang, ada seorang anggota DPRD yang terang-terangan berkampanye untuk menenangkan salah satu calon kepala desa.
Fenomena turun gunung oleh sejumlah elite parpol ditanggapi serius oleh pengamat politik dan kebijakan publik di Unsera Ahmad Sururi. Ia menilai keterlibatan anggota DPRD dalam Pilkades, baik DPRD kabupaten maupun provinsi, dari sisi etika politik tidak sejalan dengan etika demokrasi.
“Sekaligus tidak memberikan contoh pendidikan demokrasi dan politik yang baik,” kata Sururi kepada AKSES DISINI, Jumat (15/10).
Sururi mengatakan, Pilkades merupakan bagian dari proses pendidikan demokrasi yang tidak lepas dari dinamika politik lokal. Dalam konteks seorang anggota dewan mendukung satu calon adalah sesuatu yang wajar dan sah, jika tujuannya untuk memberikan pendidikan demokrasi dan politik bagi masyarakat.
“Tidak etis ikut campur, karena Pilkades bukan panggung partai politik,” katanya.
Ia melanjutkan, proses demokrasi harus dijaga, anggota dewan memiliki tanggung jawab moral untuk membuat Pilkades serentak ini sesuai dengan prinsip etika demokrasi.
“Mekanisme demokrasi dan politik di desa harus dari, oleh dan untuk masyarakat desa,” jelasnya.
Namun faktanya, tambah Sururi, Pilkades selalu dijadikan panggung politik oleh elite parpol. Dimana sejumlah calon kepala desa sebenarnya sedang dipersiapkan atau didorong oleh para anggota dewan.
“Kenyataannya begini dan jelas melanggar etika politik, karena mengukur dari perspektif elit dan kepentingan politik,” jelasnya.
Perhitungan politiknya cukup jelas, karena sosok calon kepala desa yang didukung diharapkan mampu memberikan dan memobilisasi suara dalam pemilihan umum mendatang.
“Jadi pola pikirnya sangat pragmatis, mungkin tidak masalah desa akan maju atau tidak. Yang penting kepala desa terpilih punya utang budi yang harus dilunasi saat pilkada,” pungkas Sururi.(Deni S)